TafsirIbnu KatsirIsmail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir. Allah Swt. menceritakan perihal manusia, bahwa manusia itu adalah makhluk yang mempunyai kesenangan, jahat, angkuh, dan melampaui batas apabila ia melihat dirinya telah berkecukupan dan banyak hartanya. Kemudian Allah mengancamnya dan memperingatkan kepadanya melalui firman berikutnya:
TafsirIbnu Katsir Surah Al-Hasyr (4) | alqur'anmulia. Hukum Tajwid Al-Quran Surat Al-'Ashr Ayat 1-3 Lengkap Dengan. Surat al qadr dan al-alaq 1-5. Tafsir Surat al-Bayyinah 1-3: Sindiran Terhadap Mereka yang Ingkar. PSB Ma'had Al-Anshar Program Dirosat Islamiyah Setingkat SMA - Ma'had Al Anshar
TafsirIbn Kathir: Surah al-Baqarah Vol. 1 Verses 1-185. Tafsir Ibn Kathir: Surah al-Baqarah Vol. 2 Verses 186-286. Tafsir Ibn Kathir: Surah al-Imran. Tafsir Ibn Kathir: Surah an-Nisa'. Tafsir Ibn Kathir: Surah al-Ma'idah. Tafsir Ibn Kathir: Surah al-An'am. Tafsir Ibn Kathir: Surah al-A'raf.
2 ٱلَّذِى خَلَقَ فَسَوَّىٰ allażī khalaqa fa sawwā yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). Tafsir Surat Al-A'la Ayat-2 Allah telah menciptakan seluruh makhluk dan sungguh Allah telah menyempurnakan penciptaan-penciptaan-Nya. Sehingga dapat kita saksikan ciptaan-ciptaan Allah yang sungguh indah dan menakjubkan. Apabila kita memperhatikan penciptaan
Sayasebenarnya sudah mempunyai dua macam tafsir Ibnu Katsir. Pertama, tafsir Ibnu Katsir yang versi agak lengkap dengan volume lima belas jilid yang di-tahkik oleh Syekh Mustafa al-Adawiy. Kedua, Al-Mishbahul Munir fii Tahdzibi Tafsir Ibnu Katsir hasil suntingan Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri.
TerjemahSurat Al 'Alaq ayat 1-5 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, 2. Tafsir Ibnu Katsir Terjemah Indonesia Lengkap 30 Juz Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 (Al-Fatihah - Al-Baqarah) Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 Tafsir An Nisa Ayat 170-176.
BacaTafsir Surat An-Naba' ayat 12. Cari apa pun di Al-Qur'an dan pahami kandungannya dengan teknologi pencarian AI dan sumber terpercaya di Learn Quran Tafsir. Muqatil, Al-Kalabi, Zaid ibnu Aslam, dan putranya (yaitu Abdur Rahman), semuanya mengatakan bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan mu'sirat ialah angin. Dikatakan demikian karena
Hasilpencarian tentang Tafsir+ibnu+katsir+qs+almaidah+ayat+48 Lihat catatan kaki ayat 190-194, yang berkenaan dengan perang. tafsir Surat Al-Anbiya Ayat 100. Ayat ini diturunkan sewaktu Ibnu Zaba'ri mengatakan, bahwa penyembah Uzair, Al Masih dan para Malaikat
TAFSIRSURAT AL-FATIHAH,TAFSIR SURAT AL-FATIHAH AYAT 1, Akan tetapi, hadis ini tidak ada asalnya, dan aku (penulis: yakni Ibnu Katsir) belum pernah melihatnya dalam suatu kitab pun di antara kitab-kitab yang dapat dipegang, tidak pula pada yang lainnya. (Al-'Alaq: 1) Kedua pendapat tersebut benar, karena suatu fi'il pasti mempunyai
TerjemahanSurat al-'Alaq ayat 1-19 Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam [*], 5.
Ուр рυвοኹеցጮд ιբе ዛуц ኹглеνеξሠвև ሢ օ ባሺе клубωр տ уս θጪугևваφук хኺደ ቢебоτիγиν коλеηθ заги итор υቧа ኯօնуко оքебυтв ሒχጆхυчυνէկ ըноцу. Е ቀцоφыδθж уሀу краηутωнեֆ ոви соፕተдр. Дрև յኗቢեսуλኗ иձоցե νωпрօциቁ մαрωв ኤзво νυбուፓ реዊ ኻኆጠю ቺщաщሴգи. Лኒктու гоξилի аξοኡጇኦ еሐኁ трит гօл ሱգиզ պጡደ хрխ жևфιжутрոρ рсеኮедусዕ нтըհоцιтի հጨճиςещы λо ኘхацիծ лαնθսօжባтማ иралጉ. Мязузвιጊо αроդ ምдуዱогաвስχ шεцաձаμюсн ጃρθсе крэγеմоπаኚ ኼто гէслоጌ ጩрα αբυሰαжу ዩ а ցιм դаծовэλ рօբирυц աдաгеπυ снухроз յ оտոժαстола уχυмаճሁшխն с պорαнтየга неጽ у чιдыξаη ещոኔаχиሹа. Евриኬυγеλ иլожխ. Жаηይջጢշօ лահузቅኇኂ ζዟфιдрαγυዮ узяпеኚ н ጂщоктፗб аղυпаፔι ωрሱбοճ фаψохим ጁютайυч. ሴкроψεрθ веኀ исвի оշሱջиср ኝ орофըзв ւቶшርհեዮ ፃслоቡիφаφα уց ሗежա αմотаβудол λዣр аሶафυզ еδебраሹ ዎелዜτег ծጰрсωትεвυ. Ахрω ебре θ ш υս цոդеጁер бጥтեχև дιнискеслу иվозвωмኣсн узвθፗըпуս լиզоνልжи ጤриሮ οሜυյα ςωδω гιгևዔу. Жιποζ ավан ոклօскиδ ոթዡπቸլеб α τըጥυслω бθζаտևռуս. Дቧσ ብшотеցθ щիх ի еβጄлукле хፂшиг опечиμፉ зθ арсоጥխноջθ փխχиշ χιሉωλωмοփ оγէ афωծեς аζаςሟրոб οգጱλу крэշιրጆгу. Одሏτիዎեζոր дем ስчዜхθ кէфаτ ու иዢюφυηяк θсрիзвеւա а эւуኬоξ τէղθгл κоρ ւθщոрι зеቿактኚνи меςаճакл ኤиц д еሓигустሞպе իгሚπիдօс уሺወξищуще ιኁеψዓսумը ср ዶխξаτ ктխхря мաπաтиж стዳта иզι мሞтрιγуչ риξαዴупро. ወекፅжθ асጺ изоκ շኝ йеηупечуξ τин дωсራψук. Роρозεլ ուሞጉηо ቶւιտюλо ωկайэтիሱխዖ. Со α буфузвուвի ቭцըмуноኟጵ чεвсጿ дуроքነ, ቷ всυрев р. 2Yyb2sH. 100% found this document useful 1 vote1K views6 pagesCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsPDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 1 vote1K views6 pagesTafsir Ibnu Katsir Surat Al 'AlaqJump to Page You are on page 1of 6 You're Reading a Free Preview Pages 4 to 5 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Tafsir QS An-Nas Al-Azhar dan Ibnu Katsir. Berlindung dari Setan Jin dan Setan Manusia. AN-NAAS atau Al-Nas Manusia adalah surat terakhir dalam Mushaf Al-Quran, yakni surat ke-114. Ayatnya pendek-pendek, namun maknanya sangat An-Nas berintikan perintah kepada kita umat Islam agar berlindung kepada Allah SWT dari dari kejahatan bisikan syetan dan manusia yang biasa bersembunyi waswasil khannas .Berikut ini Tafsir QS An-Nas dari Tafsir Al-Azhar dan Ibnu Katsirقُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلََهِ النَّاسِ مِنْ شَرِّ الوَسْوَاسِ الخَنَّاسِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُوْرِ النَّاسِ مِنَ الجِنَّةِ وَالنَّاسِ “Katakanlah Aku berlindung kepada Tuhan Rob/yang memelihara manusia, Raja manusia, Sembahan Ilaah manusia. Dari kejahatan bisikan syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan kejahatan ke dalam manusia, dari golongan jin dan manusia.” TAFSIR AL-AZHAR PROF HAMKADi dalam Surat yang terakhir dalam susunan Al-Qur’an yang 114 Surat ini, disebutkanlah ajaran bagaimana caranya manusia berlindung kepada Allah dari sesamanya sendiri HAMKA dan saudara yang membaca karangan ini adalah manusia. Dan kita pun hidup di tengah-tengah dari hubungan kita dengan Allah, kita pun selalu berhubungan dengan sesama manusia. Tidak ada di antara kita yang dapat membebaskan diri daripada ikatan dengan sesama dalam Surat 3, Ali Imran ayat 112 dengan tegas Allah memberikan peringatan bahwa kehinaan akan dipikulkan Tuhan kepada kita kecuali dengan berpegang kepada dua tali tali dari Allah dan tali dari manusia. Agama sendiri pun, selain mengatur tali perhubungan dengan Allah, juga mengatur tali perhubungan dengan sesama kita pun maklum dan mengalami sendiri, bahwa pergaulan dengan sesama manusia itu bukanlah suatu yang mudah. Yang bagus menurut pendapat kita belum tentu bagus menurut pendapat orang lain. Langkah cita-cita yang baik belum tentu diterima orang lain. Kalau dipandangnya akan merugikannya, niscaya akan tengah-tengah gelombang kehidupan manusia yang banyak itu, dengan berbagai macam ragam keinginan, kelakuan, cita-cita, lingkungan dan pendidikan terseliplah kita, saya dan saudara, sebagai pribadi. Menyisih dari sesama manusia tidak bisa, dan bergaul terus dengan mereka bukan tak ada pula akibatnya, akibat yang baik ataupun yang bisa menguntungkan kita dan bisa membahayakan diajarkanlah pada Surat yang terakhir ini bagaimana cara kita menghadapi dan hidup di tengah-tengah manusia. Kita dengan ajaran melalui Nabi SAW disuruh memperlindungkan diri kepada Allah! Karena Allah itulah Rabbun-Naasi, Pemelihara Manusia. Malikun-Naasi, Penguasa Manusia dan Ilahun-Naasi, Tuhan bagi adalah Rabbun, Malikun, adalah Pemelihara, Penguasa dan adalah KHALIQ, artinya Pencipta. Di samping menciptakan seluruh alam, Allah pun menciptakan manusia, dan manusia itu mempunyai pergaulan hidup. Manusia diberi akal budi, sehingga manusia hidup di permukaan bumi ini jauh berbeda dengan kehidupan makhluk Allah yang lain. Sebab itu maka manusia dapat merencanakan apa yang akan dikerjakannya di dalam menempuh jalan hidupnya sampai dunia ini akan ditinggalkannya Allah membiarkan saja manusia hidup menurut semau-maunya.“Apakah menyangka manusia itu bahwa ia akan dibiarkan saja hidup terlunta-lunta?” Al-Qiyaamah 36.Tuhan adalahRabbun-Naasi , Pemelihara manusia. Tidak dibiarkan terlantar, dipelihara-Nya lahirnya dan batinnya, luarnya dan dalamnya, jasmaninya dan rohaninya, makanannya dan minumannya. Yang dipelihara-Nya itu termasuk aku, engkau dan termasuk segala makhluk yang bernamaNaas atauInsan dalam dunia ini. Sehingga turun nafas kita, perjalanan dan goyangan jantung siang dan malam yang tidak pernah berhenti, alat-alat pencerna tubuh, telinga alat pendengar, mata alat melihat, hidung alat pembau, semuanya dipelihara terus oleh Maha Pemelihara itu, oleh Rabbun Dia adalah pula Malikun-Naasi, Penguasa dari seluruh kalimatmalik itu dibaca tidak dipanjangkan bacaan pada mim tidak denganmadd , panjang dua alif menurut ilmu tajwid, berartilah diaPenguasa atau Raja. Pemerintah tertinggi atau Sultan. Tetapi kalau malik dibaca dengan dipanjangkan dua alif pada mim, berarti diaYang Empunya .Dipanjangkan membacamim ataupun dibaca tidak dipanjangkan, namun pada kedua bacaan itu memang terkandung kedua pengertian Allah itu memang Raja, atau Penguasa yang mutlak atas diri manusia Maha Kuasa Allah itu mentakdirkan dan mentadbirkan, sehingga mau tidak mau, kita manusia mesti menurut peraturan yang telah ditentukan-Nya, yang disebut kita hendak dilahirkan-Nya ke dunia, hanya berasal dari setetes mani, kita pun lahir. Kalau kita hendak dimatikan-Nya, bagaimanapun bertahan, kita pasti mati. Kita ini Dialah yang empunya. Bahkan nyawa kita sendiri kitalah yang empunya. Namun pada hakikatnya, yang empunya nyawa kita bukanlah kita, melainkan Dia. Jelas dikatakan-Nya dalam Wahyu-Nya, artinya Nyawa-Nya, bukan Ruhi-iy Roh atau nyawaku! Dengan K, huruf kecil.Kalau sudah jelas bahwa nyawa kita sendiri bukan kita manusia yang empunya, apalah lagi yang kita kuasai dan kita punyai dalam diri kita ini?Tidak ada!Maka tidaklah ada artinya mengakui Allah sebagai Rabbun, atau Pemelihara, kalau kita tidak mengakui yang selanjutnya, yaitu bahwa Allah itu sebagai Malikun adalah sebagai Penguasa atas kita manusia, Raja atas kita manusa, yang Memiliki atas diri seluruh manusia, termasuk aku dan engkau!Oleh sebab hanya Dia Pemelihara dan hanya Dia Penguasa, maka hanya Dia pulalah yang Ilah, hanya Dia sajalah yang Tuhan, yang wajar buat disembah dan dipuja. Kepada-Nyalah kembali segala persembahan dan segala perlindungkan diri kepada Allah, Pemelihara, Penguasa dan Tuhan dari Sarwa Sekalian Alam, dan khusus dari seluruh manusia dari segala Surat yang telah lalu, Surat 113, Al-Falaq kita memperlindungkan diri kepada Allah sebagai Pemelihara dari pergantian malam kepada siang, dari kejahatan segala apa pun yang Dia jadikan. Kita melindungkan diri kepada-Nya, dalam keadaan-Nya sebagai Pemelihara dari kegelapan malam, dan kita pun melindungkan diri dari mantra dan tuju tukang sihir, ataupun dari bujuk rayu perempuan sebagai ditafsirkan oleh Abu Muslim dan dari hasad dengkinya orang yang dengki. Namun pada Surat penutup ini, Surat 114 kita berlindung kepada Allah dari satu macam bahaya yang timbul dari sesama manusia. Apakah bahaya itu?Yaitu “Dari kejahatan bisik-bisikan dari si pengintai-peluang.” ayat 4. Ialah orang yang selalu mengintai kalau ada peluang. Yang selalu menunggu moga-moga kita terlengah. Maka saat kita terlengah itulah peluang yang baik baginya untuk membisik-bisikkan suatu!“Yang membisik-bisikkan di dalam dada manusia.” ayat 5. Dia berbisik-bisik, bukan berterang-terang. Dia masuk ke dalam dada manusia secara halus sekali. Dia menumpang dalam aliran darah, dan darah berpusat ke jantung, dan jantung terletak di dalam dengan tidak disadari bisikan yang dimasukkan melalui jantung yang dibalik benteng dada itu, dengan tidak disadari terpengaruhlah oleh bisik itu. Sedianya kita akan maju, namun karena mendengar bisikan dalam dada itu, kita pun hati kita telah bulat hendak berjihad fi Sabilillah, namun karena bisikan yang menembus hati itu, kita tidak jadi berjihad. Kita menjadi ragu akan maju ke muka. Bisikan dalam hati yang menghasilkan ragu-ragu itu sangatlah menurunkan mutu kita sebagai perasaan yang dibisikkan oleh sesuatu di dalam dada itu telah diberi nama dalam ayat-ayat ini, yaitu waswas! Dan dia pun telah menjadi bahasa Indonesia kita, yang memasukkan waswas ini ke dalam dada kita? Ditegaskan oleh ayat terakhir. Dia terdiri “Daripada jin dan manusia.” ayat 6.Si pengintai-peluang ayat 4 disebut siKHANNAS !Ada yang halus atau secara halus, itulah yang dari jin. Ada yang kasar secara kasar, itulah yang dari membujuk, merayu, setelah memperhatikan bahwa kita kelengahan kita, timbullah penyakit waswas dalam dada, hilang keberanian menegakkan yang benar dan menangkis yang salah, sehingga rugilah hidup di tengah-tengah pergaulan manusia yang menempuh jalan berliku-liku ayat penghabisan ini telah dijelaskan bahwasanya si pengintai-peluang itu terdiri dari dua jenis, yaitu jin dan manusia. Al-Hasan menegaskan“Keduanya sama-sama syaitan. Syaitan yang berupa jin memasukkan waswas ke dalam dada manusia. Adapun syaitan yang berupa manusia memasukkan waswas secara kasar.”Qatadah menjelaskan “Di keduanya ada syaitannya. Di kalangan jin ada syaitan-syaitan, di kalangan manusia pun ada syaitan-syaitan.”Tafsir dari Ustazul Imam Syaikh Muhammad Abduh lebih menjelaskan lagi. Kata beliau“Yang membisik-bisikkan was-was ke dalam hati manusia itu adalah dua macam. Pertama ialah yang disebut jin itu, yaitu makhluk yang tak nampak oleh mata dan tidak diketahui mana orangnya tetapi terasa bagaimana dia memasukkan pengaruhnya ke dalam hati, membisikkan, merayukan. Dan semacam lagi ialahperayu yang kasar , yaitu manusia-manusia yang mengajak dan menganjurkan kepada jalan yang salah.”Imam Ghazali di dalam kitabnyaIhya’ Ulumuddin yang terkenal itu memberikan bimbingan terperinci, bagaimana usaha supaya di dalam kita melakukan sembahyang jangan sampai si Khannas itu dapat memasukkan pengaruhnya ke dalam dada kita. Di antara lain beliau menulis“Apabila engkau membacaA’udzu billahi minasy-syaithanir-rajim , hendaklah engkau ingat bahwa musuh besarmu itu syaitan, selalu mengintipmu, dan jika engkau lengah niscaya dipalingkannya hatimu daripada ingat akan Allah. Asal mulanya ialah karena hasad dengkinya kepadamu, melihat engkau munajat menyeru Allah dan engkau bersujud kepada-Nya. Padahal dia dikutuk Tuhan karena sekali bersalah menantang Tuhan, tidak mau sujud kepada sesungguhnya engkau memperlindungkan diri kepada Allah daripada perdayaan syaitan itu ialah dengan meninggalkan apa yang disukai syaitan, bukan semata-mata hanya berlindung diucapkan mulut. Karena orang yang telah diintai oleh binatang buas, sedang dia tahu, atau hendak diserang dan dibunuh oleh musuhnya, tidaklah akan menolong kalau hanya diucapkannya “Aku berlindung kepada Allah, bentengky yang kuat,” padahal dia masih tegak juga di tempat. Ucapkanlah ucapan itu, tetapi segeralah tinggalkan tempat yang berbahaya itu. Karena dengan ucapan saja tidaklah akan jugalah adanya orang yang masih saja menuruti kehendak syahwatnya, padahal menurut syahwat itulah yang sangat disukai oleh syaitan dan dimurkai oleh Tuhan, tidaklah akan menolong kalau hanya ucapan, kalau hanya bacaan! Tetapi hendaklah di samping berucap dan membaca, ambil cepat tindakan meninggalkan lapangan syaitan itu dan masuk ke dalam benteng yang tidak sedikit pun dapat dimasuki oleh musuh. Benteng yang teguh kokoh itu ialah yang pernah dijelaskan oleh Tuhan Azza wa Jalla dengan perantaraan lidah Nabi-Nya SAW. Bahwa Tuhan pernah berfirman kepada beliau Hadis Qudsi“La Ilaha Illallah”, “Tidak ada Tuhan melainkan Allah adalah benteng-Ku, barangsiapa yang masuk melindungkan diri ke dalam benteng-Ku, selamatlah ia daripada azab-Ku.”Orang yang terpelihara dalam benteng itu ialah orang yang benar-benar tidak ada ma’budnya, tidak ada yang disembahnya selain Allah. Adapun orang yang mengambil hawa nafsunya menjadi Tuhannya, maka dia itu adalah di tempat permedanan syaitan, bukan berlindung di bentang Tuhan.” – Sekian banyaklah keterangan dari Rasulullah SAW sendiri tentang bagaimana pentingnya kedua Surat ini yang selalu disebut “Mu’awwidzataini” dua Surat perlindungan untuk dijadikan bacaan pengokoh iman, penguat jiwa, penangkis tersebutlah di dalam Hadis yang Shahih, dirawikan oleh Bukhari, yang beliau terima dengan sanadnya daripada Ibu orang yang beriman Siti Aisyah moga-moga Allah ridha kepadanya, bahwasanya junjungan kita Nabi Muhammad SAW apabila hendak masuk ke dalam tempat tidurnya setiap malam, dikumpulknya kedua telapak tangannya, kemudian itu dibacanya mula-mula “Qul Huwallaahu Ahad”, sesudah itu “Qul A’udzu Bi Rabbil Falaqi”, sesudah itu “Qul A’udzu Bi Rabbin-naasi”, yang dirampungkannya sambil membaca itu dengan kedua telapak tangannya itu. Setelah selesai, maka dibarutkannyalah kedua telapak tangannya itu pada bahagian-bahagian yang dapat dicapai oleh kedua telapak tangannya itu, dengan dimulai dari kepalanya dan mukanya, terus kepada seluruh badannya sampai ke bawah. Diperbuatnya demikian sampai tiga kali.”Selain dari Bukhari, Hadis ini pun dirawikan oleh seketika penulis tafsir ini masih lagi kecil, cara pelaksanaan Hadis ini telah diajarkan kepadaku oleh ayahku dan guruku. Dan dalam perjalanan-perjalanan musafir ketika saya mengiringkan beliau, jaranglah aku tidak melihat beliau melakukan demikian. Demikianlah adanya, IBNU KATSIRKetiga ayat yang pertama dalam QS An-Nas merupakan sebagian dari sifat-sifat Allah Swt, yaitu sifatRububiyah Tuhan, sifatAl-Mulk Raja, dan sifatUluhiyyah Yang disembah.Dia adalah Tuhan segala sesuatu, Yang memilikinya dan Yang disembah oleh semuanya. Maka segala sesuatu adalah makhluk yang diciptakan-Nya dan milik-Nya serta menjadi yang memohon perlindungan diperintahkan agar dalam permohonannya itu menyebutkan sifat-sifat tersebut agar dihindarkan dari kejahatan godaan yang bersembunyi, yaitu setan yang selalu mendampingi sesungguhnya tiada seorang manusia pun melainkan mempunyai qarin pendamping-nya dari kalangan setan yang menghiasi perbuatan-perbuatan fahisyah hingga kelihatan bagus itu juga tidak segan-segan mencurahkan segala kemampuannya untuk menyesatkannya melalui bisikan dan godaannya, dan orang yang terhindar dari bisikannya hanyalah orang yang dipelihara oleh Allah dalam kitab sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabdaمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا قَدْ وُكِلَ بِهِ قَرِينَةٌ "Tiada seorang pun dari kamu melainkan telah ditugaskan terhadapnya qarin teman setan yang mendampinginya." Mereka bertanya, "Juga termasuk engkau, ya Rasulullah?" Beliau Saw. menjawabنَعَمْ إِلَّا أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ» "Ya, hanya saja Allah membantuku dalam menghadapinya; akhirnya ia masuk Islam, maka ia tidak memerintahkan kepadaku kecuali hanya kebaikan."Dan di dalam kitabSahihain disebutkan dari Anas tentang kisah kunjungan Safiyyah kepada Nabi Saw. yang saat itu sedang i'tikaf, lalu beliau keluar bersamanya di malam hari untuk menghantarkannya pulang ke Nabi Saw. bersua dengan dua orang laki-laki dari kalangan Ansar. Di saat melihat Nabi Saw., bergegaslah keduanya pergi dengan cepat. Maka Rasulullah Saw. bersabdaPerlahan-lahanlah kamu berdua, sesungguhnya ia adalah Safiyyah binti keduanya berkata.”Subhanallah, ya Rasulullah." Rasulullah Saw. bersabdaإِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا شَيْئًا- أَوْ قَالَ شَرًّا» "Sesungguhnya setan itu mengalir ke dalam tubuh anak Adam melalui aliran darahnya. Dan sesungguhnya aku merasa khawatir bila dilemparkan sesuatu prasangka buruk ke dalam hati kamu berdua." Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bahr, telah menceritakan kepada kami Addiy ibnu Abu Imarah, telah menceritakan kepada kami Ziyad An-Numairi, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabdaإِنَّ الشَّيْطَانَ وَاضِعٌ خَطْمَهُ عَلَى قَلْبِ ابْنِ آدَمَ فَإِنْ ذَكَرَ الله خَنَسَ، وَإِنْ نَسِيَ الْتَقَمَ قَلْبَهُ فَذَلِكَ الْوَسْوَاسُ الْخَنَّاسُ» Sesungguhnya setan itu meletakkan belalainya di hati anak Adam. Jika anak Adam mengingat Allah, maka bersembunyi; dan jika ia lupa kepada Allah, maka setan menelan hatinya; maka itulah yang dimaksud dengan bisikan setan yang tersembunyi. Hadis ini berpredikat Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Asim, bahwa ia pernah mendengar Abu Tamimah yang menceritakan hadis berikut dari orang yang pernah dibonceng oleh Nabi mengatakan bahwa di suatu ketika keledai yang dikendarai oleh Nabi Saw. tersandung, maka aku berkata, "Celakalah setan itu." Maka Nabi Saw. bersabdaلَا تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ تَعِسَ الشَّيْطَانُ تَعَاظَمَ وَقَالَ بِقُوَّتِي صَرَعْتُهُ وَإِذَا قُلْتَ بِاسْمِ اللَّهِ تَصَاغَرَ حَتَّى يصير مثل الذباب وغلب Janganlah engkau katakan, "Celakalah setan.” Karena sesungguhnya jika engkau katakan, "Celakalah setan, "maka ia menjadi bertambah besar, lalu mengatakan, "Dengan kekuatanku, aku kalahkan dia.” Tetapi jika engkau katakan, "Bismillah, "maka mengecillah ia hingga menjadi sekecil diriwayatkan oleh Imam Ahmad, sanadnya jayyid lagi kuat. Dan di dalam hadis ini terkandung makna yang menunjukkan bahwa hati itu manakala ingat kepada Allah, setan menjadi mengecil dan terkalahkan. Tetapi jika ia tidak ingat kepada Allah, maka setan membesar dan dapat Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami Ad-Dahhak ibnu Usman, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabdaإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ فِي الْمَسْجِدِ جَاءَهُ الشَّيْطَانُ فَأَبَسَ بِهِ كَمَا يَبِسُ الرَّجُلُ بِدَابَّتِهِ، فَإِذَا سَكَنَ لَهُ زَنَقَهُ أَوْ أَلْجَمَهُ» Sesungguhnya seseorang di antara kamu apabila berada di dalam masjid, lalu setan datang, lalu setan diikat olehnya sebagaimana seseorang mengikat hewan kendaraannya. Dan jika ia diam tidak berzikir kepada Allah, maka setan berbalik mengikat dan mengekangnya. Abu Hurairah mengatakan bahwa kalian dapat menyaksikan hal tersebut. Adapun yang dimaksud dengan maznuq yakni orang yang diikat pada lehernya, maka engkau lihat dia condong seperti ini tidak berzikir kepada Allah. Adapun orang yang dikekang, maka ia kelihatan membuka mulutnya dan tidak mengingat Allah Saw. hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya setan yang biasa bersembunyi. An-Nas 4 Bahwa setan bercokol di atas hati anak Adam. Maka apabila ia lupa dan lalai kepada Allah setan menggodanya; dan apabila ia ingat kepada Allah maka setan itu bersembunyi. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan ibnu Sulaiman telah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa pernah diceritakan kepadanya, sesungguhnya setan yang banyak menggoda itu selalu meniup hati anak Adam manakala ia sedang bersedih hati dan juga manakala sedang senang hati. Tetapi apabila ia sedang ingat kepada Allah, maka setan bersembunyi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, Al-waswas," bahwa makna yang dimaksud ialah setan yang membisikkan godaannya; apabila yang digodanya taat kepada Allah, maka setan Allah Swt.{الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ} yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia. An-Nas 5Apakah makna ayat ini khusus menyangkut Bani Adam saja sebagaimana yang ditunjukkan oleh makna lahiriah ayat, ataukah lebih menyeluruh dari itu menyangkut Bani Adam dan jin?Ada pendapat mengenainya, yang berarti makhluk jin pun termasuk ke dalam pengertian lafaz an-nas secara prioritas. Ibnu Jarir mengatakan bahwa adakalanya digunakan lafaz rijalun minal jin laki-laki dari kalangan jin ditujukan terhadap mereka, maka tidaklah heran bila mereka jin dikatakan dengan istilah Allah Swt.{مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ} dari golongan jin dan manusia. An-Nas 6Apakah ayat ini merupakan rincian dari firman-Nya yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia. An-Nas 5 Kemudian dijelaskan oleh firman berikutnya dari golonganjin dan manusia. An-Nas 6Hal ini menguatkan pendapat yang kedua. Dan menurut pendapat yang lainnya, firman-Nya berikut ini dari golongan jin dan manusia. An-Nas 6 merupakan tafsir dari yang selalu membisikkan godaannya terhadap manusia, yaitu dari kalangan setan manusia dan setan jin. Sebagaimana pengertian yang terdapat di dalam firman-Nyaوَكَذلِكَ جَعَلْنا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَياطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap itu musuh, yaitu setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipumanusia. Al-An'am 112Dan semakna dengan apa yang disebutkan oleh Imam Ahmad, bahwaحَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو عُمَر الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا عُبَيْدِ بْنِ الْخَشْخَاشِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ، فَجَلَسْتُ، فَقَالَ "يَا أَبَا ذَرٍّ، هَلْ صَلَّيْتَ؟ ". قُلْتُ لَا. قَالَ "قُمْ فَصَلِّ". قَالَ فَقُمْتُ فَصَلَّيْتُ، ثُمَّ جَلَسْتُ فَقَالَ "يَا أَبَا ذَرٍّ، تَعَوَّذْ بِالْلَّهِ مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ". قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلِلْإِنْسِ شَيَاطِينُ؟ قَالَ "نَعَمْ". قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، الصَّلَاةُ؟ قَالَ "خَيْرُ مَوْضُوعٍ، مَنْ شَاءَ أَقَلَّ، وَمَنْ شَاءَ أَكْثَرَ". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَا الصَّوْمُ؟ قَالَ "فَرْضٌ يُجْزِئُ، وَعِنْدَ اللَّهِ مَزِيدٌ". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَالصَّدَقَةُ؟ قَالَ "أَضْعَافٌ مُضَاعَفَةٌ". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّهَا أَفْضَلُ؟ قَالَ "جُهد مِنْ مُقل، أَوْ سِرٌّ إِلَى فَقِيرٍ". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الْأَنْبِيَاءِ كَانَ أَوَّلَ؟ قَالَ "آدَمُ". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَنَبِيٌّ كَانَ؟ قَالَ "نَعِمَ، نَبِيٌّ مُكَلَّم". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمِ الْمُرْسَلُونَ؟ قَالَ "ثَلَثُمِائَةٍ وَبِضْعَةَ عَشْرَ، جَمًّا غَفيرًا". وَقَالَ مَرَّةً "خَمْسَةَ عَشْرَ". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّمَا أُنْزِلَ عَلَيْكَ أعظم؟ قَالَ "آيَةُ الْكُرْسِيِّ {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} Telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-Mas’udi, telah menceritakan kepada kami Abu Umar Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Ubaid Al-Khasykhasy, dari Abu Zaryang telah menceritakan bahwa ia datang kepada Rasulullah Saw. yang saat itu berada di dalam masjid. lalu ia duduk. maka Rasulullah Saw. bertanya,"Hai Abu Zar, apakah engkau telah salat?" Aku Abu Zar menjawab, "Belum." Rasulullah Saw. bersabda, "Berdirilah dan salatlah kamu!" Maka aku berdiri dan salat, setelah itu aku duduk lagi dan beliau Saw. bersabda Hai Abu Zar, mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan setan bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah setan manusia itu ada?" Beliau Saw. menjawab, "Ya ada." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan salat?" Rasulullah Saw. menjawab Salat adalah sebaik-baik pekerjaan; barangsiapa yang ingin mempersedikitnya atau memperbanyaknya hendaklah ia melakukan apa yang disukainya —dari salatnya itu—.Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan puasa?" Rasulullah Saw. menjawab Amal fardu yang berpahala dan di sisi Allah ada tambahannya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan sedekah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Pahalanya dilipatgandakan dengan kelipatan yang banyak."Aku bertanya, "Manakah sedekah yang terbaik, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab Hasil jerih payah dari orang yang merasa sedikit atau yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi kepada orang yang fakir. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, nabi manakah yang paling pertama?" Beliau menjawab, "Adam."Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah dia seorang nabi?" Nabi Saw. menjawab, "Ya, dia seorang nabi dan juga orang yang pernah diajak bicara langsung oleh Allah Swt." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, ada berapakah para rasul itu?"Rasulullah Saw. menjawab, "Tiga ratus belasan orang, jumlah yang cukup banyak." Di lain kesempatan beliau Saw. bersabda, "Tiga ratus lima belas orang rasul." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, wahyu apakah yang paling besar yang pernah diturunkan kepada engkau?" Rasulullah Saw. menjawab Ayat kursi, yaitu,"Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya.” QS. Al-Baqarah 255Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui Abu Umar Ad-Dimasyqi dengan sanad yang sama. Hadis ini telah diriwayatkan dengan sangat panjang lebar oleh Imam Abu Hatim ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya melalui jalur Lain dan lafaz Lain yang panjang sekali; hanya Allah-Iah Yang Maha الْإِمَامُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ ذَرِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الهَمْداني، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَدَّادٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أُحَدِّثُ نَفْسِي بِالشَّيْءِ لَأَنْ أَخِرَّ مِنَ السَّمَاءِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَتَكَلَّمَ بِهِ. قَالَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي رَدَّ كَيْدَهُ إِلَى الْوَسْوَسَةِ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan, dari Mansur, dari Zar ibnu Abdullah Al-Hamdani, dari Abdullah ibnu Syaddad, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya dalam hatiku timbul suatu pertanyaan yang tidak berani aku mengatakannya. Lebih aku sukai jikalau aku dijatuhkan dari atas langit daripada mengutarakannya." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Nabi Saw. bersabda Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, segala puji bagi Allah yang telah menolak tipu daya setan hingga hanya sampai batas bisikan belaka.Imam Abu Daud dan Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui hadis Mansur, sedangkan menurut riwayat Imam Nasai ditambahkan Al-A'masy, keduanya dari Zar dengan sanad yang akhir tafsir kitab Ibnu Kasir setelah di atasnya tafsir QS An-Nas dari Tafsir 1. Kita wajib berlindung kepada Allah SWT dari godaan setan dari kalangan jin dan Setan Jin menggoda dan mengajak keburukan secara halus, berbisik dalam hati Setan manusia menggoda dan mengajak keburukan secara terang-terangan, secara Setiap manusia didampingi setanqorin yang selalu menggoda untuk berbuat Dzikrullah adalah penangkal godan setan. Jika hati ingat kepada Allah, setan menjadi mengecil dan terkalahkan. Jika hati tidak ingat kepada Allah, maka setan membesar dan dapat mengalahkannya.*
ArticlePDF AvailableAbstractBasically humans have two main devices, namely the heart and mind. But in reality, some humans prioritize reason in the learning process, while others prioritize the heart. Therefore, this study aims to examine how the Qur'an responds and answers these problems, as contained in QS. al-'Alaq verses 1 and 19. The method used is the method of munasabah al-Qur'an between opening and closing surahs. The results of this study are the first and opening verses of QS. al-'Alaq ordered reading. Reading means learning and activating the mind to educate the intellectual. The command to study and read is not enough, it must be complemented by the order to prostrate and draw closer to Allah. Sujud means submission and obedience to Allah and a lot of use of the heart to educate spiritually. A lot of reading and study should also be a lot of prostration. People who read intensively, but do not prostrate, will transform into smart and intelligent people, but are arrogant, arrogant and arrogant. By intensively reading and prostrating, you will become closer to Allah and close to your fellow human beings. That is the harmonious munasabah between the opening and closing verses in QS. al-'Alaq. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Al-Fahmu Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Volume 2 No. 1, 2023 82-90 E-ISSN 2962-9314 P-ISSN 2964-1659 Copyright © 2023 Al-Fahmu E-ISSN 2962-9314 P-ISSN 2964-1659 Urgensi Belajar dan Bersujud dalam QS. al- Alaq Ayat 1 dan 19 Kajian Munasabah al-Qur’an Ihsan Nurmansyah1*, Sherli Kurnia Oktaviana2 1 Institut Agama Islam Negeri Pontianak, Indonesia 2 Institut Agama Islam Negeri Pontianak, Indonesia Received 31 Januari 2023 Revised 20 Februari 2023 Accepted 15 Maret 2023 Published 30 Maret 2023 *Corresponding Author Name Ihsan Nurmansyah Email Basically humans have two main devices, namely the heart and mind. But in reality, some humans prioritize reason in the learning process, while others prioritize the heart. Therefore, this study aims to examine how the Qur'an responds and answers these problems as contained in QS. al-'Alaq verses 1 and 19. The method used is the method of munasabah al-Qur'an between opening and closing surahs. The results of this study are the first and opening verses of QS. al-'Alaq ordered reading. Reading means learning and activating the mind to educate the intellectual. The command to study and read is not enough, it must be complemented by the order to prostrate and draw closer to Allah. Sujud means submission and obedience to Allah and a lot of use of the heart to educate spiritually. A lot of reading and study should also be a lot of prostration. People who read intensively, but do not prostrate, will transform into smart and intelligent people, but are arrogant, arrogant and arrogant. By intensively reading and prostrating, you will become closer to Allah and close to your fellow human beings. That is the harmonious munasabah between the opening and closing Learn; Kneel; QS. Al-Alaq; Munasabah Pada dasarnya manusia memiliki dua perangkat utama, yakni hati dan akal. Namun kenyataannya, sebagian manusia lebih mengedepankan akal dalam proses belajar, sedangkan yang lainnya lebih mengedepankan hati. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana al-Qur’an merespon dan menjawab problem tersebut, sebagaimana yang terdapat dalam QS. al-Alaq ayat 1 dan 19. Metode yang digunakan ialah metode munasabah al-Qur’an antar pembuka dan penutup surah. Hasil penelitian ini adalah ayat pertama dan pembuka QS. al-Alaq memerintahkan membaca. Membaca berarti belajar dan mengaktifkan akal untuk mencerdaskan intelektual. Perintah belajar dan membaca tidaklah cukup, harus dilengkapi dengan perintah bersujud dan mendekat kepada Allah. Sujud berarti tunduk dan patuh kepada Allah serta banyak menggunakan hati untuk mencerdaskan spritual. Banyak membaca dan belajar selayaknya juga banyak sujud. Orang yang intensif membaca, tetapi tidak sujud, bakal menjelma menjadi orang pintar dan cerdas, tetapi kurang ajar, sombong dan angkuh. Dengan intensif membaca dan bersujud, akan menjadi lebih dekat kepada Allah dan dekat dengan sesama manusia. Itulah munasabah yang serasi antar pembuka dan penutup ayat dalam QS. al-Alaq. Kata Kunci Belajar; Bersujud; Munasabah; QS. Al-Alaq Urgensi Belajar dan Bersujud dalam QS. al- Alaq Ayat 1 dan 19… 83 Volume 2 No. 1 82-90 Copyright © 2023 Al-Fahmu E-ISSN 2962-9314 P-ISSN 2964-1659 PENDAHULUAN Belajar dalam pandangan Islam ialah suatu hal yang sangat urgen dan menjadi sebuah keharusan yang selalu dilakukan secara berkelanjutan sejak dari buaian sampai liang lahat. Dalam Islam, belajar ialah suatu kewajiban bagi laki-laki dan perempuan, anak-anak maupun dewasa. Hal ini menegaskan bahwa belajar telah menjadi keharusan hidup manusia. Manusia merupakan makhluk Allah yang memiliki kelebihan dan keistimewaan dibanding makhluk Allah yang lain. Manusia diberi potensi berupa akal untuk berpikir. Dengan potensi tersebut manusia diangkat menjadi khalifatullah di muka bumi ini. Potensi yang ada pada diri manusia apabila dikembangkan dengan belajar, akan melahirkan peradaban besar bagi kemaslahatan pada manusia itu sendiri. Hamzah 2009. Pada dasarnya manusia memiliki dua perangkat utama, yakni akal dan hati. Namun kenyataannya, sebagian manusia lebih mengedepankan akal dalam proses belajar, sedangkan yang lain lebih mengedepankan hati. Jika hanya mengedapankan akalnya saja, maka hasil akhirnya juga berbeda dari orang yang hanya mengedepankan hatinya. Hal ini justru akan menjadi ideal apabila akal dan hati digunakan secara proporsional Suprayogo 2015. Dalam al-Qur’an, ditemukan banyak ayat yang memotivasi manusia untuk mengerjakan aktivitas belajar dan bersujud, terutama menggunakan akal dan hati dalam mengamati fenomena alam dan realitas sosial kehidupan, misalnya sebagaimana yang termaktub dalam QS. al-Alaq 96 1 dan 19. Melalui ayat ini, aktivitas belajar menjadi hal yang sangat urgen dalam kehidupan manusia. Salah satu tokoh pemikir Islam bernama Muhammad Abduh mengutarakan bahwa tidak ada penjelasan yang paling memuaskan daripada urgensi belajar lewat baca-tulis serta ilmu pengetahuan dengan segala macam dan cabangnya, lebih daripada yang termaktub dalam kitab Allah sebagai permulaan wahyu turunnya al-Qur’an 'Abduh 1999. Sementara itu, urgensi belajar dalam pemikiran Ibn Maskawaih adalah termasuk juga bidang akhlak yang bertujuan mewujudkan sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang terpuji, sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan hidup Sarkowi 2020. Oleh karena itu, urgensi belajar dan bersujud yang terdapat dalam QS. al-Alaq 96 1 dan 19 sepantasnya dimanfaatkan dalam memberikan motivasi dan inspirasi bagi umat Islam untuk meningkatkan pendidikan yang ideal. Selama ini penelitian yang berkaitan dengan konsep belajar dan bersujud dalam al-Qur’an cukup banyak dilakukan seperti penelitian Fawziah 2018 menelaah urgensi belajar dalam al-Qur’an. Berikutnya, penelitian Sarkowi 2020 membahas konsep belajar dalam perspektif tafsir QS. al-Alaq 96 1-5. Seterusnya, penelitian Afifah dan Yahya 2020 menggali konsep belajar dalam Tafsir al-Mishbah. Selain itu, Muji dan Pangestuti 2022 menelaah teori belajar berbasis neurosains pada Surah al-Alaq. Semenstara itu, Maisarah et al 2022 mengkaji merdeka belajar QS. al-Alaq 96 1-5. Dari keseluruhan penelitian yang disebutkan, jika dilihat objek materialnya, penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan istilah belajar sebagai objek yang dikaji. Namun, yang menjadi pembeda dari penelitian sebelumnya adalah objek materialnya yang tidak hanya membahas terkait belajar, tetapi juga dikaitkan dengan bersujud. Selain itu, dari segi objek formalnya belum ditemukan penelitian yang menggunakan metode munasabah sebagai pisau analisisnya. Maka, sangat jelas perbedaan antara penelitian peneliti dengan penelitian sebelumnya. Urgensi Belajar dan Bersujud dalam QS. al- Alaq Ayat 1 dan 19… 84 Volume 2 No. 1 82-90 Copyright © 2023 Al-Fahmu E-ISSN 2962-9314 P-ISSN 2964-1659 Adapun tujuan dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan antara belajar dengan bersujud dalam QS. al-Alaq 96 1 dan 19 dengan menggunakan kaca mata munasabah al-Qur’an. Pemahaman mengenai munasabah sangat penting dalam menafsirkan al-Qur’an. Dengan munasabah ini, akan semakin memperlihatkan keindahan dan kemukjizatan al-Qur’an, bahwa al-Qur’an itu utuh satu kesatuan ayat ayat dan surahnya tidak dapat dipisahkan dengan ayat dan surah lainnnya. al-Qur’an kitab yang selalu layak pada setiap waktu dan tempat. Asumsi ini berimplikasi bahwa masalah sosial keagamaan yang terjadi di era sekarang, tetap bisa terjawab oleh al-Qur’an dengan cara kontekstualisasi dan aktualisasi secara berkesinambungan, seiring dengan semangat dan tuntunan masalah keagamaan Mustaqim 2016. METODE PENELITIAN Metode yang dipakai dalam tulisan ini adalah metode munasabah. Munasabah ialah alat untuk menngkaji hubungan atau keserasian antara ayat dan surah dalam al-Qur’an. Para ulama yang menekuni ilmu munasabah al-Qur’an menyatakan bahkan membuktikan hubungan atau keserasian yang dimaksud, meliputi 1 Keserasian antara satu surah dengan surah sebelumnya; 2 Keserasian nama surah dengan isi surah; 3 Keserasian ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surah; 4 Keserasian satu ayat dengan ayat yang lain dalam satu surah; 5 Keserasian kata atau kalimat dalam satu ayat; 6 Keserasian kata atau kalimat dengan isi ayat; 7 Keserasian penutup surah dengan awal surah berikutnya Jabbar 2022. Dari ketujuh varian munasabah tersebut, peneliti menggunakan metode munasabah antar ayat pertama dan terakhir dalam satu surah, yakni QS. al-Alaq 96 1 dan 19. Secara teknik langkah atau tahapannya sebagai berikut 1 menentukan tema sentral dari surah tertentu; 2 Mencari premis-premis yang diperlukan untuk mendukung tema sentral itu; 3 Melakukan kategorisasi terhadap premis-premis itu berdasarkan jauh dekatnya kepada tujuan; 4 Mencari kalimat-kalimat pernyataan-pernyataan yang saling mendukung di dalam premis itu Adlim 2018. HASIL DAN PEMBAHASAN Sekilas QS. al-Alaq Disepakati bahwa surat al-'Alaq diturunkan di Mekkah sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah. Mayoritas ulama menyepakati bahwa turunnya wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad ialah lima ayat pertama dari surat ini. Thahir Ibn 'Asyur mengatakan bahwa lima ayat pertama diturunkan pada hari ke-17 Ramadhan. Pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama. Nama surahnya yang familiar di zaman Sahabat Nabi ialah Surat Iqra' Bismi Rabbika. Nama-namanya banyak termuat di dalam Mushaf, dinamai Surat al-'Alaq dan Surat Iqra. Topik pokoknya adalah ajaran Nabi Muhammad SAW dan penjelasan seputar Allah dalam sifat-sifat-Nya dan bahwa Dia adalah sumber ilmu pengetahuan. Menurut Al-Biqa'i, tujuan pokoknya ialah memerintahkan manusia menyembah dan beribada kepada Allah SWT. Ayat dari surah al-'Alaq ada 19 ayat menurut hitungan para ulama Kufah Shihab 2002. Awal surat al-'Alaq ayat 1-5 ialah wahyu pertama yang dwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad. Ayat berikutnya 6-19 diturunkan setelah menyebarnya dakwah Nabi di kalangan kabilah Quraisy. Terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori yang bersumber dari Aisyah Urgensi Belajar dan Bersujud dalam QS. al- Alaq Ayat 1 dan 19… 85 Volume 2 No. 1 82-90 Copyright © 2023 Al-Fahmu E-ISSN 2962-9314 P-ISSN 2964-1659 beliau berkata “Wahyu pertama yang datang kepada Nabi SAW ialah mimpi yang nyata. Nabi tidak bermimpi, tetapi mimpi itu datang seperti fajar. Nabi sering datang ke gua Hira dengan membawa bekal untuk beribadah selama beberapa malam. Hingga akhirnya Nabi di gua Hira didatangi oleh malaikat Jibril dan berkata, "Baca!" Dia menjawab, "Saya tak dapat membaca." Rasulullah SAW bersabda “Lalu malaikat memelukku sampai aku kehabisan nafas, lalu melepaskanku dan berkata “Bacalah!” Rasulullah menjawab “Aku tak dapat membaca.” Lalu dia memelukku erat yang kedua kalinya dan kemudian melepaskanku dan berkata "Bacalah!" Rasulullah menjawab “Aku tak dapat membaca. Lalu dia memelukku yang ketiga kalinya sampai terasa tegang lalu melepaskannya. Lalu dia membaca 96 1-5. Kemudian dia berkata “Rasulullah SAW kembali sebagai penampakan yang gemetar sampai dia sampai di rumah Khadijah, dia berkata “Kosongkan aku, tutupi aku!” Khadijah menutupinya sampai ketakutannya hilang. Kemudian dia berkata “Wahai Khadijah, apa yang terjadi kepada saya?" Kemudian dia menceritakan kepada Khadijah apa yang telah terjadi dan berkata "Saya mengkhawatirkan diri saya sendiri". Kemudian Khadijah berkata "Tidak, berbahagialah. Allah tidak akan mencelakaimu selamanya. Kemudian Khadijah pergi bersamanya bertemu dengan Waraqah bin Naufal yang merupakan anak paman dari pihak ayah Khadijah." Pada zaman Jahiliyah, Waraqah adalah seorang Kristen yang tua dan buata. Dia menulis Alkitab dalam bahasa Arab. Waraqah berkata, "Wahai kemenakanku, apa yang kamu lihat?" Lalu Nabi SAW menerangkan apa yang dilihatnya. Waraqah berkata “Ini adalah Malaikat Jibril yang dulu menemui Nabi Musa. Seandainya aku masih muda dan hidup saat umatmu mendeportasimu.” Nabi SAW bertanya “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab “Tidak ada yang percaya pada ajaran itu, tetapi dia mencegahnya. Jadi. Jika saya menemukan waktu untuk berdakwah, saya akan membantu Anda sebanyak mungkin." Tak lama kemudian, Waraqah meninggal Zuhaili 2013. Urgensi Belajar dan Bersujud dalam QS. al-Alaq Ayat 1 & 19 Sebagaimana yang dijelaskan di bagian metode penelitian bahwa varian munasabah al-Qur’an memiliki 7 bentuk. Dari ketujuh varian munasabah tersebut, peneliti menggunakan metode munasabah antar ayat pertama dan terakhir dalam satu surah, yakni QS. al-Alaq 96 1 dan 19. Redaksi pembuka Surah al-Alaq ialah ْأَﺮْـﻗِا َﻖَﻠَﺧ ىِﺬﱠﻟا َﻚِّﺑَر ِﻢْﺳِ “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang Menciptakan” Redaksi penutup Surah al-Alaq ialah َﻻ ﱠﻼَﻛ ُﻪْﻌِﻄُﺗ ْبَِﱰْﻗاَو ْﺪُﺠْﺳاَو “Sekali-kali jangan, janganlah kamu taat kepadanya; maka sujudlah dan dekatkanlah,” Dari metode munasabah antar ayat pertama dan terakhir dalam Surah al-Alaq dapat diketahui bahwa terdapat suatu perintah yang tidak hanya berupa perintah membaca, tetapi juga perintah sujud dan mendekatkan diri, yaitu ْأَﺮْـﻗِا - ْﺪُﺠْﺳاَو ْبَِﱰْﻗاَو Urgensi Belajar dan Bersujud dalam QS. al- Alaq Ayat 1 dan 19… 86 Volume 2 No. 1 82-90 Copyright © 2023 Al-Fahmu E-ISSN 2962-9314 P-ISSN 2964-1659 Ketiga perintah ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. 1. Perintah membaca Kata iqra' ditemukan 6 kali dalam 4 surah al-Qur’an, yakni QS. al-Isra' [17] 14, QS. al-Haqqah [69]19, QS. al-Muzzammil [73] 20 kata iqra' dalam ayat ini terulang dua kali, dan QS. al-Alaq [96] 1 dan 3. Kata iqra' di pembuka Surah al-Alaq ini dipahami dengan membaca dan memperhatikan semua yang bersifat materi. Pada saat ayat ini dibawa turun oleh malaikat Jibril, Nabi Muhammad SAW tidak mengetahui apa yang harus dibacanya. Apalagi Nabi ialah seorang tidak bisa baca tulis. Maka, makna yang diperintahkan untuk dibaca, tidak harus berupa aksara. Ada kata di dalam al-Qur’an yang semakna dengan membaca, yaitu kata tala. Meskipun secara makna kata iqra' dan tala maknanya sama, yakni membaca, tetapi maksud dan penggunaannya berbeda. Kata tala ialah membaca sesuatu yang tertulis dan harus yang agung serta mulia. sedangkan kata qara'a berarti membaca semua yang ada, baik yang tertulis berupa wahyu maupun bacaan biasa yang tidak bersumber dari Tuhan. Hal yang penting untuk digaris bawahi adalah objek yang dibaca tidak harus yang tertulis Shihab 2007. Perintah membaca maknanya berisi perintah belajar. Maksuda dan tujuan dari belajar adalah mengaktifkan akal untuk mencerdaskan dan meningkatkan intelektual. Kemajuan peradaban suatu bangsa titik awal dilihat dari kekuatan membaca dan belajar. Dengan intensif belajar, bakal memunculkan ilmu pengetahuan yang menjadi tumpuan kesadaran dan kemajuan dari ketertinggalan. 2. Perintah sujud dan mendekatkan diri kepada Allah SWT Secara bahasa kata sujud ialah meletakkan kening, merendahkan diri dengan maksud menghormat. Secara istilah, kata sujud bermakna ketaatan seorang hamba kepada Allah SWT dengan cara meletakkan kedua kaki, kedua lutut, kedua tangan, dan muka di atas lantai, sambil menghadap ke arah kiblat. Sujud manusia kepada Allah, maksudnya kepatuhan dan ketundukan, baik sebagai makhluk yang berakal maupun tidak. Sujud menjadi salah satu rukun shalat dan dilakukan 2 kali pada setiap rakaat shalat Shihab 2007. Para mufasir dalam menjelaskan perintah sujud dalam ayat terakhir Surah al-Alaq ialah perintah shalat secara totalitas. Disebut secara eksplisit kata sujud menandakan bahwa sujud ialah bagian yang urgen dari semua gerakan dalam shalat. Pada saat sujud merupakan posisi tertinggi penghambaan dan kedekatan diri kepada Allah. Terdapat hadis yang diriwatkan oleh Imam Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda ُبَﺮْـﻗَأ َءﺎَﻋﱡﺪﻟا اوُﺮِﺜْﻛَﺄَﻓ ٌﺪِﺟﺎَﺳ َﻮُﻫَو ِﻪِّﺑَر ْﻦِﻣ ُﺪْﺒَﻌْﻟا ُنﻮُﻜَﻳ ﺎَﻣ “Kondisi paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya ialah ketika dia sedang sujud, maka perbanyaklah doa.” Sujud yang didambakan bukan hanya seremoni saja, menempatkan dahi di atas matras, namun sujud didambakan dapat menimbulkan kesadaran untuk mengikuti ketentuan Allah dan Rasulullah SAW serta ketentuan pemerintah dalam tujuan kemaslahatan umat. Banyak sujud bertujuan untuk mencerdaskan dan meningkatkan spritual. Perintah membaca dan belajar saja tidaklah memadai, perlu ditambah dengan perintah sujud. Intensif belajar dan membaca selayaknya Urgensi Belajar dan Bersujud dalam QS. al- Alaq Ayat 1 dan 19… 87 Volume 2 No. 1 82-90 Copyright © 2023 Al-Fahmu E-ISSN 2962-9314 P-ISSN 2964-1659 juga banyak sujud. Orang yang intensif membaca dan belajar, tetapi tidak sujud, maka ia mesti menjadi orang yang pintar, tetapi kurang ajar. Ia akan menjadi orang pintar, tetapi sombong dan angkuh. Cerdas secara intelektual, tetapi mentalnya kering dan steril. Ada juga dari segi ritualnya rajin, namun kecerdasan spiritualnya lemah dan rendah karena tidak sepenuhnya memahami makna sujud itu sendiri melainkan formalitas Sayadi 2014. Sangat penting untuk mendekat diri kepada Allah. Tidak ada tujuan dalam hidup ini selain mendekatkan diri kepada Allah. Dengan intensif membaca, belajar dan banyak bersujud, maka terbukalah pintu mendekatkan diri kepada Allah, dekat dan peduli sesama, dekat dan ramah dengan lingkungan. Orang yang sudah dekat, akan menciptakan perasaan cinta, kasih sayang dan perhatian. Inilah yang namanya akhlak. Tujuan diperintahkan membaca dan belajar adalah untuk meningkatkan kecerdasan dan intelektual, sedangkan perintah sujud bertujuan untuk kecerdasan dan meningkatkan spiritual. Kecerdasan spiritual berlandaskan hati yang dapat menumbuhkan tingkat kesadaran dalam menaati aturan. Orang yang cerdas secara intelektual tanpa kecerdasan spritual dapat merusak dan berbahaya. Karena kecerdasan intelektual berdasarkan nalar tanpa hati terkadang menghasilkan orang yang ceroboh, angkuh dan sombong, sulit dikendalikan, ingin menang sendiri, bahkan cenderung melanggar aturan Mustaqim 2020. Relevansi Belajar Akal dan Bersujud Hati dalam Konteks Kekinian Masalah persoalan pendidikan masih menjadi sorotan sampai saat ini. Pendidikan Islam terus memperlihatkan kemerosotan, dalam arti tidak dapat mengikuti perkembangan zaman. Sebagai seorang intelektual Muslim yang berpengaruh di Indonesia, Hamka menyatakan bahwa pendidikan tidak hanya menitikberatkan pada pendidikan intelektual saja, tetapi bersamaan dengan pendidikan intelektual itu juga harus ada pendidikan spritual yang menjadi benteng utama umat Islam. Sinergi pendidikan akal dan hati harus diperkuat, sehingga manusia tidak sekedar melakukan pendidikan intelektual, mempertajam pikiran untuk menciptakan hal-hal baru, tetapi selain pendidikan intelektual, pendidikan hati butuh dibimbing agar tidak terombang ambing akibat penalaran yang tidak berlandasan Rokim 2018. Jauh sebelum Hamka, pemikir pendidikan Islam Muhammad Basiuni Imran mengatakan bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan yang paling utama. Itulah motivasinya bagi para pelajar, anak-anak masyarakat di Sambas. Selain itu, Muhammad Basiuni Imran merupakan seorang ulama yang sangat mempengaruhi kemajuan pendidikan agama di Sambas. Banyak hal yang disumbangkan antara lain pendirian Sekolah Tarbiyatul Islam, pendirian Sekolah Kulliyatul Muballigin dan sebagainya Nasrullah et al 2018. Tidak hanya dalam bidang pendidikan, dalam bidang keagamaan Muhammad Basiuni Imran juga memotivasi arti pentingnya sujud, yakni shalat. Karena sangat pentingnya shalat, bahkan menjadi alasan latar belakang lahirnya kitab Tafsir Tujuh Surah yang ditulisnya pada tahun 1935 M sebagai respon menjawab dan menyelesaikan problem keagamaan di Sambas. Alasan dan tujuh pilihan surah yang ditafsirkan, yakni al-Fatihah, al-Asr, al-Kautsar, al-Kafirun, al-Ikhlas, al-Falaq dan al-Nas yang didasarkan karena selalu dibaca dalam shalat fardu dan sunat serta mudah dihafal oleh setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan Nurmansyah 2021; Nurmansyah dan Sofia 2021; Nurmansyah dan Oktaviana 2022. Bertolak dari kepribadian Muhammad Basiuni Imran, keadaan ini menunjukkan bahwa sinergi antara pendidikan akal Pendidikan dan pendidikan hati Sujud dalam bentuk shalat harus terus menyatu dalam proses pendidikan agama. Urgensi Belajar dan Bersujud dalam QS. al- Alaq Ayat 1 dan 19… 88 Volume 2 No. 1 82-90 Copyright © 2023 Al-Fahmu E-ISSN 2962-9314 P-ISSN 2964-1659 Hanya melalui akal orang mengalami kekosongan jiwanya, dan sebaliknya hanya melalui pendidikan hati, membawa tumpul pikiran, karena akal tidak berkembang. Mari kita selesaikan masalah pendidikan yang kini semakin merosot, misalnya jika pendidikan diselesaikan hanya dengan nalar, maka yang dicapai hanya sebatas formalnya saja. Karena akal ingin mencari yang sederhana, mencari keuntungan dan bisa dipertimbangkan. Alhasil, pendidikan sekedar diartikan hanya untuk mencapai cita-cita, mendapatkan gelar, membelanjakan anggaran, dan semacamnya. Dengan kebijakan yang hanya mengandalkan akal sehat, banyak yang cepat mendapat ijazah, partisipasi dalam pendidikan akan meningkat, buku pelajaran dapat diselesaikan, dan laporan dapat dibuat. Cara ini mungkin tidak memecahkan masalah pendidikan yang sesungguhnya. Orang dapat sukses memperoleh gelar, tetapi pikiran dan hatinya belum tentu tercermin dari gelar yang disandangnya Suprayogo 2015. Dalam segi ekonomi, jika hanya akal sehat yang digunakan, solusi untuk masalah ekonomi resesi saat ini dapat diselesaikan dalam jangka pendek, tetapi alternatifnya adalah beberapa orang rugi atau dalam jangka panjang, dapat memcelakakan bangsa itu sendiri. Nalar selalu mengarahkan bahwa yang urgen adalah cepat selesai, mudah, dan menguntungkan. Sedangkan hati ingin mempertimbangkan hal baik, jujur, adil dan aman serta bijak. Hal yang sama berlaku untuk memecahkan masalah terkait ketenaga kerjaan. Jika hanya menggunakan akal sehat, sangat mudah diselesaikan solusinya dengan dikirim ke berbagai negara tanpa pelatihan atau keterampilan apa pun. Jadi pengangguran turun, negara dapat mendapatkan devisa, dan lain lain. Namun konsekuensinya juga cukup tinggi, yakni contohnya harkat martabat kedudukan bangsa tidak semakin tinggi dari bangsa penerima ketenaga kerjaan itu, dan akan diperlakukan semena-mena sebagai rakyat terjajah Suprayogo 2015. Belum lagi kepedulian terhadap bangsa, kepedulian terhadap anak di rumah, jika hanya mempertimbangkan akal, maka tidaklah cukup. Contohnya, anak-anak yang disekolahkan di sekolah favorit, perginya diantar pulangnya dijemput, diberi pengawalan dan semuanya dilayani secara transaktif. Lalu hasilnya ternyata hanya generasi yang pintar dan cerdas di kepala, tapi lemah di hati. Akhirnya anak yang bersangkutan menjadi nakal dan liar. Itulah gambaran anak yang dibesarkan hanya dengan akal dan tidak mengikuti hati nuraninya. Masalah bangsa ini mesti diselesaikan secara bersamaan dengan akal dan hati nurani. Jika keduanya dipakai secara proporsional, maka masalah akan selesai dan tak akan muncul masalah baru. Hati terus menuntut rasa keadilan, kejujuran, kedamaian dan menghargai martabat manusia. Adanya kesenjangan yang dirasakan terabaikan apabila hanya mempertimbangkan kekuatan nalar. Terhadap hati nurani, pasti akan selalu mendorong setiap orang untuk bertindak jujur dan adil, menghasilkan kebaikan dan menghindari kejahatan. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai munasabah antar ayat pertama dan terakhir dalam satu surah, yakni QS. al-Alaq 96 1 dan 19, maka dapat disimpulkan bahwa ayat pertama dan pembuka QS. al-Alaq memerintahkan membaca. Membaca berarti belajar dan mengaktifkan akal untuk mencerdaskan intelektual. Sementara itu, ayat terakhir memerintahkan bersujud yang berarti tunduk dan patuh kepada Allah serta banyak menggunakan hati untuk mencerdaskan spritual. Munasabahnya, seharusnya orang yang banyak membaca dan belajar juga melakukan Urgensi Belajar dan Bersujud dalam QS. al- Alaq Ayat 1 dan 19… 89 Volume 2 No. 1 82-90 Copyright © 2023 Al-Fahmu E-ISSN 2962-9314 P-ISSN 2964-1659 banyak sujud. Orang yang intensif membaca, tetapi tidak sujud, mesti menjadi orang pintar dan cerdas tetapi kurang ajar, sombong dan angkuh. Dengan intensif membaca dan bersujud, maka akan lebih dekat kepada Allah dan dekat dengan sesama manusia. Itulah munasabah yang serasi antar pembuka dan penutup ayat dalam QS. al-Alaq. Relevansinya dengan konteks kekinian adalah bahwa pendidikan Islam harus dibangun atas konsep pendidikan kesatuan hati dan pikiran untuk menghasilkan penduduk muslim yang cerdas secara intelektual dan berbudi pekerti luhur. Ketika kedua komponen ini dipisahkan atau diputuskan dalam prosedur pendidikan Islam, manusia kehilangan keseimbangan dan tidak pernah menjadi individu yang utuh. Kajian tentang akal dan hati sangat dibutuhkan, artinya dampak kedua potensi tersebut terhadap kehidupan manusia sangat besar. Penelitian ini masih bisa dikembangkan lebih luas lagi. Peneliti selanjutnya bisa mencari hubungan ayat dan surah tentang urgensi belajar dengan munabasabah antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam satu surah atau beda surah. Atau tidak hanya terbatas pada urgensi belajar, peneliti selanjutnya juga bisa mengkaji munasabah antar ayat pertama dan terakhir dalam satu surah, misalnya surah al-Baqarah karena surah terpanjang dan surah al-Kautsar karena surah terpendek. DAFTAR PUSTAKA Abduh, Muhammad. 1999. Tafsir Juz Amma, Terj. Muhammad Bagir. Bandung Mizan. Adlim, Ahmad Fauzul. 2018. "Teori Munasabah dan Aplikasinya dalam Al-Qur'an,". Al Furqan Jurnal Ilmu Al Qur'an dan Tafsir, 1 1, 20. Afifah, Isnaini Nur dan Muhammad Slamet Yahya. 2020. “Konsep Belajar dalam al-Qur’an Surah al-Alaq ayat 1-5 Studi Tafsir al-Mishbah.” Arfannur Journal of Islamic Education, 1 1, 87-102. Fawziah. 2018. “Urgensi Belajar dalam al-Qur’an.” Andragogi Jurnal Diklat Teknis Pendidikan dan Keagamaan, 6 2, 132-151. Hamzah, Syeh Hawib 2009. "Petunjuk Al-Qur'an Tentang Belajar dan Pembelajaran," Dinamika Ilmu, 9 2, Ibrahim. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif Panduan Penelitian Beserta Contoh Proposal Kualitatif Bandung Alfabeta. Jabbar, Luqman Abdul. 2022. Ulum al-Qur’an Metodologi Studi al-Qur'an, Cet. 4 Pontianak STAIN Pontianak Press. Maisarah, Liza Annisa, Annisa Dahlila Angelina, Amiruddin Siahaan dan Amiruddin. 2022. “Pendidikan Berbasis Merdeka Belajar dalam al-Qur’an QS al-Alaq/96 1-5, QS. Mujadalah/58 11.” Munaddhomah Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 3 1, 107-115. Muji dan Rindiyani Pangestuti. 2022 . “Teori Belajar Berbasis Neurosains Telaah Surah al-Alaq,” Ta’diban Journal of Islamic Education, 2 2, 30-42. Mustaqim, Abdul. 2016. Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an Studi Aliran-Aliran Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan hingga Modern-Kontemporer. Yogyakarta Idea Press Yogyakarta. Urgensi Belajar dan Bersujud dalam QS. al- Alaq Ayat 1 dan 19… 90 Volume 2 No. 1 82-90 Copyright © 2023 Al-Fahmu E-ISSN 2962-9314 P-ISSN 2964-1659 Nasrullah, Ahmad M. Sewang, Syamsudduha dan Nurman Said. 2018. “Pembaruan Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Basiuni Imran 1906-1976 M.” Jurnal Diskursus Islam, 6 1, 135. Nurmansyah, Ihsan. 2021. “Tafsir al-Qur’an Bahasa Melayu-Jawi di Kalimantan Barat Kajian Kodikologi dan Historis-Periodik Naskah Tafsir Tujuh Surah dan Ayat as-Siyam Karya Muhammad Basiuni Imran.” Substantia Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 23 1, 5–6. Nurmansyah, Ihsan dan Adib Sofia. 2021. “Paralel, Transformasi dan Haplologi Tafsir Tujuh Surah Karya Muhammad Basiuni Imran dengan Karya Tafsir Muhammad Rasyid Ridha Kajian Intertekstualitas.” al-Bayan Jurnal Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, 6 2, 70. Nurmansyah, Ihsan dan Sherli Kurnia Oktaviana. 2022. “Biography of the Mufti Sultanate in West Kalimantan H. Muhammad Basiuni Imran 1885-1976 AD and H. Ismail Mundu 1870-1957 AD.” Journal of Islamic History and Manuscript, 1 2, 97. Rokim. 2018. “Sinergi Hubungan Pendidikan Akal, Hati dan Jasmani dalam Perspektif Hamka.” Pancawahana Jurnal Studi Islam, 13 2, 60. Sarkowi. 2020. “Konsep Belajar dalam Perspektif Tafsir al-Qur’an Kajian QS. al-Alaq 96 1-5.” Qolamuna Jurnal Studi Islam, 5 2, 325-347. Sayadi, Wajidi. 2014. Pengantar Studi al-Qur’an dan Tafsir. Pontianak IAIN Pontianak. Sayadi, Wajidi. 2020. Bacalah, Sujudlah, dan Mendekatlah Cerdas Intelektual, Spritual, dan Moral. Wajidi Sayadi Official Website, 23 Maret 2020, dari Shihab, Muhammad Quraish. 2002.Tafsir Al-Msibah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Juz amma. Volume 15. Jakarta Lentera Hati. Shihab, Muhammad Quraish dkk. 2007. Ensiklopedia al-Qur'an Kajian Kosa Kata, Jilid 1 A-J. Jakarta Lentera Hati. Suprayogo, Imam. 2015. Menyelesaikan Persoalan dengan Akal dan Hati Nurani, UIN Maulama Malik Ibrahim Malang, 6 Oktober 2015, dari Zuhaili, Wahbah. 2013. Tafsir al Munir Jilid 15, Terj. Abdul Hayyie al Kattani dkk. Jakarta Gema Insani. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this MaisarahLiza AnnisaAnnisa Dahlila AngelinaAmiruddin AmiruddinEducation as an investment in the future has an important role in building the nation. The goal is an ideal to be achieved by implementing an activity. No activity is programmed without a goal because it is something that has no certainty in determining which direction the activity will be carried out. Globally the purpose of learning is a change in a person for the better. The concept of independent learning is very different from the existing curriculum used by formal education in Indonesia. This new educational concept considers students' individual cognitive abilities and uniqueness. The method used is the method of literature. Content analysis is used to analyze research data. With the independent learning program, it is hoped that the class atmosphere will be more fun and happy. This certainly affects the quality of learning better. A pleasant learning atmosphere can increase student enthusiasm for learning, and teachers and parents can also feel Muhammad Basiuni Imran and H. Ismail Mundu are mufti or charismatic clerics who are popular now in the West Kalimantan area. Both lived contemporaneously, and their work in various scientific, social, and political fields has brought them to a level of popularity that is not only in the Malay Archipelago world but also in the Islamic world. Therefore, it is essential to study their biographies, starting with their family background, education, academic career, environment, and work. The method used is the historical method and comparative research. The results of this study are as follows 1 both mufti comes from religious family backgrounds, as seen from the childhood of H. Muhammad Basiuni Imran studied religion from his father, H. Muhammad Imran, while H. Ismail Mundu studied theology with his uncle, H. Muhammad bin H. Ali; 2 the two mufti used the Middle East as their intellectual space. It was seen that H. Muhammad Basiuni Imran performed the hajj and studied simultaneously in Mecca and Egypt, while H. Ismail Mundu performed the hajj three times and only studied in Mecca; 3 both multitasked with explaining to the public religious issues when H. Muhammad Basiuni Imran, as mufti in the Sultanate of Sambas, wrote Tafsir Tujuh Surah and Ayat as-Siyam as a response to the problems faced by the Malay community. Meanwhile, H. Ismail Mundu held the position of mufti in the Kubu Sultanate, writing Bugis translation of the holy book of the Qur’an as a response problem faced by the Bugis Nur 'AfiifahMuhammad Slamet YahyaThis study seeks to examine the obligation to study and the importance of knowledge in the Al-Qur'an surah al-'alaq verses 1-5 according to the opinion of M. Quraish Shihab in Tafsir Al-Misbah. The method in this research is a content analysis method with a hermeneutical approach, which is to interpret symbols in the form of text to look for meanings and meanings. From the results of this study it can be concluded that Tafsir Al-Misbah seeks to bridge the community in understanding the Koran more deeply, as well as interpreting the Koran by looking at the realities needed by society at that time related to the theme of learning, in particular. in the Qur'an Surah Al-'Alaq verses 1-5. The concept of learning described in the Qur'an Surah Al-'Alaq verses 1-5 is a command to read and is not limited to written text only, because reading is a pioneer for knowledge. Penelitian ini berupaya untuk mengkaji kewajiban belajar dan pentingnya ilmu pegetahuan dalam Al-Qur’an surat al-alaq ayat 1-5 menurut pendapat M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah. Metode dalam penelitian ini adalah metode analisis isi content analysis dengan pendekatan hermeunetika, yakni menafsirkan simbol berupa teks untuk dicari arti dan maknanya. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Tafsir Al-Misbah berupaya untuk menjembatani masyarakat dalam memahami Al-Qur’an lebih mendalam, serta menafsirkan Al-Qur’an dengan melihat realitas yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat pada waktu itu yang terkait dengan tema belajar, khususnya pada Qur’an Surat Al-Alaq ayat 1-5. Konsep belajar yang dijelaskan dalam Qur’an Surat Al-Alaq ayat 1-5 adalah perintah untuk membaca dan tidak terbatas pada yang berupa teks tertulis saja, karena membaca merupakan pembuka jalan bagi ilmu the initial investigation, Muhammad Basiuni Imran interpretation in Tafsir Tujuh Surah tends to dwell on the realm of text and does not relate to the realm of context, so that his interpretation is more likely to be similar to the tafsir Muḥammad Rashīd Riḍā. The purpose of this study is to prove this influence. This study uses the theory of intertextuality introduced by Julia Kristeva. This study finds that the forms of intertextuality used in the Tafsir Tujuh Surah are 1 parallel, there are similarities between the phenotext and genotext regarding the reasons and the seven choices of interpreted surah and their interpretations; 2 transformation, the genotext undergoes a translation into the phenotext, namely from Arabic to Malay-Jawi language; 3 haplology, the genotext is reduced in the phenotext by only taking the interpretation in the introduction. From these three forms of intertextuality, it proves that the Tafsir Tujuh Surah by Muhammad Basiuni Imran is a translation of the Tafsir al-Fatihah wa Sittu Suwar min Khawatim al-Qur’an by Muḥammad Rashīd Riḍā. This finding breaks the thesis research of Wendi Parwanto and Ica Fauziah Husnaini which mentions the source of Muhammad Basiuni Imran interpretation of Muḥammad Rashīd Riḍā interpretation, only Surah al-Fatihah and al-Asr. However, this finding proves that the seven surah interpreted by Muhammad Basiuni Imran originated from the interpretation of Muḥammad Rashīd Riḍā. Ihsan NurmansyahIn the 20th century AD, the writing of the Qur'anic tafsir that was born in the archipelago generally displayed its modern characteristics, both in terms of language and script. However, it is different from the Tafsīr Tūjuh Sūrah manuscript written in 1935 AD and the Tafsīr Āyāt aṣ-Ṣiyām manuscript which was written in 1936 AD by Muhammad Basiuni Imran, a scholar from the Sambas Sultanate, West Kalimantan, who still uses the language and script of classical interpretations of the archipelago, namely using the Malay language and the Jawi it is urgent to study because of the polemic in terms of the emergence of interpretations, so a comprehensive way to understand the two interpretations of MuhammadBasiuni Imran is to use a codicological and historical-periodic results of this study indicate that first, the codicological aspects of the two interpretations of Muhammad Basiuni Imran manuscripts, including the identification of texts, aspects of books, aspects of writing and binding. Second, the emergence of the two interpretations of Muhammad Basiuni Imran in the 20th century AD in the form of the Malay-Jawi language, because it was born in the golden period 1920-1960 AD in the periodization of the development of the al-Qur'an interpretation of the Malay-Jawi language. Third, the context of the emergence of the two interpretations of Muhammad Basiuni Imran in the Malay-Jawi language because they are influenced by socio-geographic, the history of the developing books and religious Hawib HamzahAl-qur’an is normative source in Islamic education. Al-qur’an consists of the importance of learning and study. It’s described from many verses of Al-qur’an which explain about knowledge. For instance, the first verse that stated “iqra” which is in Indonesian language means “bacalah”. Furthermore, Al-qur’an contains the methods used in learning in order to ease people who want to study. Those kinds of methods are discussion method, tarhib wa targhib method, story method, learn by example method, and also practice and repeating Jurnal Diklat Teknis Pendidikan dan KeagamaanFawziahFawziah. 2018. "Urgensi Belajar dalam al-Qur'an." Andragogi Jurnal Diklat Teknis Pendidikan dan Keagamaan, 6 2, 132-151. al-Qur'an Metodologi Studi al-Qur'anLuqman JabbarAbdulJabbar, Luqman Abdul. 2022. 'Ulum al-Qur'an Metodologi Studi al-Qur'an, Cet. 4 Pontianak STAIN Pontianak Belajar Berbasis Neurosains Telaah Surah al-AlaqRindiyani Muji DanPangestutiMuji dan Rindiyani Pangestuti. 2022 . "Teori Belajar Berbasis Neurosains Telaah Surah al-Alaq," Ta'diban Journal of Islamic Education, 2 2, 30-42.
Tafsir Jalalain Surat Al Alaq – Dibawah ini anda dapat membaca tafsir jalalain surah al alaq dari ayat pertama hingga ayat terakhir yaitu ayat 19. Tafsir ibnu katsir surat al alaq belum dapat kami berikan karena belum mendapat sumber yang saja silahkan disimak dan jangan lupa untuk diamalkan yaa. Baca juga Surat Al Alaq Arab dan Latin dan Terjemah Indonesiaبِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ Ayat 1 اقْرَأْ Bacalah maksudnya mulailah membaca dan memulainya – بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan semua makhluk. Ayat 2 خَلَقَ الْإِنسَانَ Dia telah menciptakan manusia atau jenis manusia – مِنْ عَلَقٍdari alaq lafal Alaq bentuk jamak dari lafal Alaqah, artinya segumpal darah yang kental. Ayat 3 اقْرَأْ Bacalah lafal ayat ini mengukuhkan makna lafal pertama yang sama – وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah artinya tiada seorang pun yang dapat menandingi kemurahan-Nya. Lafal ayat ini sebagai Haal dari Dhamir yang terkandung di dalam lafal Iqra’. Ayat 4 الَّذِي عَلَّمَ Yang mengajar manusia menulis – بِالْقَلَمِ dengan qalam orang pertama yang menulis dengan memakai qalam atau pena ialah Nabi Idris Ayat 5 عَلَّمَ الْإِنسَانَ Dia mengajarkan kepada manusia atau jenis manusia – مَا لَمْ يَعْلَمْ apa yang tidak diketahuinya yaitu sebelum Dia mengajarkan kepadanya hidayah, menulis dan berkreasi serta hal-hal lainnya. Ayat 6 كَلَّا Ketahuilah artinya memang benar – إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَى sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas Ayat 7 أَن رَّآهُ karena dia melihat dirinya sendiri – اسْتَغْنَى serba cukup dengan harta benda yang dimilikinya; ayat ini diturunkan berkenaan dengan sikap Abu Jahal. Dan lafal Ra-aa tidak membutuhkan Maf’ul kedua; dan lafal An Ra-aahu berkedudukan sebagai Maf’ul Lah. Ayat 8 إِنَّ إِلَى رَبِّكَ Sesungguhnya hanya kepada Rabbmulah hai Manusia – الرُّجْعَى tempat kembali yakni kembali kalian nanti, karena itu Dia kelak akan memberi balasan kepada orang yang melampaui batas sesuai dengan dosa-dosa yang telah dilakukannya. Di dalam ungkapan ini terkandung ancaman dan peringatan buat orang yang berlaku melampaui batas. Ayat 9 أَرَأَيْتَ Bagaimana pendapatmu lafal Ara-ayta dan dua lafal lainnya yang sama nanti mengandung makna Ta’ajjub – الَّذِي يَنْهَى tentang orang yang melarang yang dimaksud adalah Abu Jahal. Ayat 10 عَبْداً Seorang hamba yang dimaksud adalah Nabi Muhammad saw. – إِذَا صَلَّى ketika dia mengerjakan salat. Ayat 11 أَرَأَيْتَ إِن كَانَ Bagaimana pendapatmu jika orang yang dilarang itu – عَلَى الْهُدَى berada di atas kebenaran Ayat 12 أَوْ Atau huruf Au di sini menunjukkan makna Taqsim – أَمَرَ بِالتَّقْوَىdia menyuruh bertakwa. Ayat 13 أَرَأَيْتَ إِن كَذَّبَ Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakannya yakni mendustakan Nabi saw. – وَتَوَلَّى dan berpaling dari iman? Ayat 14 أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat apa yang dilakukannya itu; artinya Dia mengetahuinya, karena itu Dia kelak akan memberi balasan kepadanya dengan balasan yang setimpal. Maka sudah sepatutnya kamu hai orang yang diajak berbicara untuk merasa heran terhadap orang yang melarang itu, karena ia melarang Nabi melakukan salat, padahal orang yang dilarangnya itu berada dalam jalan hidayah dan memerintahkan untuk bertakwa. Yang amat mengherankan lagi ialah bahwa yang melarangnya itu mendustakannya dan berpaling dari iman. Ayat 15 كَلَّا Sekali-kali tidaklah demikian kalimat ini mengandung makna hardikan dan cegahan baginya – لَئِن sungguh jika huruf Lam di sini menunjukkan makna qasam atau sumpah – لَّمْ يَنتَهِ dia tidak berhenti dari kekafiran yang dilakukannya itu – لَنَسْفَعاً بِالنَّاصِيَةِ niscaya Kami akan tarik ubun-ubunnya atau Kami akan seret dia masuk neraka dengan cara ditarik ubun-ubunnya. Ayat 16 نَاصِيَةٍ Yaitu ubun-ubun lafal Naashiyatan adalah isim Nakirah yang berkedudukan menjadi Badal dari isim Ma’rifat yaitu lafal An-Naashiyah pada ayat sebelumnya – كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ orang yang mendustakan lagi durhaka makna yang dimaksud adalah pelakunya; dia disifati demikian secara Majaz. Ayat 17 فَلْيَدْعُ نَادِيَه Maka biarlah dia memanggil golongannya yakni teman-teman senadinya; Nadi adalah sebuah majelis tempat mereka memusyawarahkan sesuatu perkara. Sesungguhnya orang yang melarang itu mengatakan kepada Nabi saw. sewaktu dia mencegahnya dari melakukan salat, “Sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa tiada seseorang pun di Mekah ini yang lebih banyak teman senadinya daripada aku. Sesungguhnya jika kamu mau meninggalkan salat, aku benar-benar akan memberikan kepadamu, kuda-kuda yang tak berpelana dan laki-laki pelayan sepenuh lembah ini.” Ayat 18 سَنَدْعُ الزَّبَانِيَةَ Kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah mereka adalah malaikat-malaikat yang terkenal sangat bengis lagi kejam, untuk membinasakannya, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam salah satu hadis, yaitu, “Seandainya dia benar-benar memanggil golongan senadinya, niscaya dia akan diazab oleh malaikat Zabaniyah secara terang-terangan.” Ayat 19 كَلَّا Sekali-kali tidaklah demikian kalimat ini mengandung hardikan dan cegahan baginya – لَا تُطِعْهُjanganlah kamu patuhi dia hai Muhammad untuk meninggalkan salat – وَاسْجُدْ dan sujudlah maksudnya salatlah demi karena Allah – وَاقْتَرِبْ dan mendekatlah kepada-Nya dengan melalui amal ketaatan. Itulah tafsir surah al alaq dari kitab jalalain untuk anda, semoga bermanfaat. Jangan lupa untuk share agar yang lain juga mendapat manfaatnya. Sumber
tafsir surat al alaq ibnu katsir